Pembahasan tentang kawin siri menurut hukum tertulis dan keabsahannya
Menurut KBBI, Nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin/ P3N dan saksi namun tidak melalui Kantor Urusan Agama. Modin/ P3N sendiri memiliki tugas mengadakan pencatatan pengurusan kematian serta segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian, pendataan, pencatatan tentang nikah, talak, rujuk, dan cerai. Sehingga, pernikahan tersebut sudah sah menurut agama Islam. Namun, status pernikahannya tidak tercatat oleh negara dan kedua mempelai (laki-laki dan perempuan) tidak akan mendapatkan buku nikah resmi atas pernikahan tersebut.
Nikah siri merupakan perkawinan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. berdasarkan Pasal 2 PP No. 9 tahun 1975 sebagai peraturan tentang pelaksanaan UU No.1 tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan bagi penganut agama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat dengan tata cara pencatatan. dalam hal ini nikah dibawah tangan atau nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan petugas pencatat nikah dan tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
Baca juga : Melihat-lebih-jelas-aturan-penarikan-kendaraan-bermotor-saat-gagal-bayar.html
Ada beberapa faktor penyebab seseorang nikah siri:
- Seseorang tidak memiliki biaya yang cukup untuk melaksanakan nikah secara resmi, maka jalan keluar yang dipilih yakni nikah secara siri. dalam hal ini mereka berpandangan bahwa dengan mengeluarkan biaya yang cukup sedikit nikah bisa terlaksana, yang penting nikahnya sah secara agama.
- Seseorang berkeinginan untuk menghindari perbuatan zina. dengan pemikiran seperti ini dan dengan pengaruh faktor usia yang belum cukup umur untuk melaksanakan perkawinan menurut agama, maka mereka memilih untuk melaksanakan nikah siri, dengan alasan menghindari dari perbuatan dosa.
- Nikah siri dilaksanakan karena terjadinya kehamilan di luar nikah. mereka melaksanakan nikah siri ini dikarenakan pihak pria yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kehamilan diluar nikah. dan untuk menutupi rasa malu, maka mereka memilih untuk menikah siri.
- Apabila kelak seorang ayah meninggal dunia, sang anak juga tidak berhak menerima warisan apapun dari sang ayah, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UUP Jo. Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
- Menurut Pasal 863 KUHPerdata, menyatakan bahwa "Bila Pewaris meninggal dengan meninggalkan keturunan yang sah dan atau suami istri, maka anak luar kawin yang diakui mewarisi 1/3 bagian, dari mereka yang sedianya harus mendapat, seandainya mereka adalah anak sah". Dalam arti bahwa apabila sang ayah tidak mengakui anak luar kawin tersebut, maka sang anak tidak akan mendapat waris. Namun, apabila anak luar kawin tersebut diakui oleh sang ayah, maka sang anak mendapat bagian 1/3 dari bagian yang seharusnya jika ia anak sah.
Labels: hukum tertulis, kawin siri, keabsahannya