Monday, 11 April 2022

Lebaran sebentar lagi begini ulasan tentang tunjangan hari raya bagi karyawan kontrak dan tetap



Menjelang hari raya Idulfitri banyak karyawan yang mulai memikirkan THR (Tunjangan Hari Raya) mereka. Tidak jarang, para karyawan mencari tahu bagaimana cara menghitung THR tersebut.

Setiap perusahaan memiliki kewajiban membagikan THR kepada karyawannya. Banyak perusahaan yang membagikan THR nya secara merata saat menjelang Lebaran.  Namun, tidak sedikit perusahaan yang membagikan THR ini sesuai dengan hari raya yang mereka rayakan.

Semua karyawan memang berhak mendapatkan THR, tetapi kok jumlahnya berbeda-beda, ya? Sebenarnya, apakah nominal THR yang diterima setiap karyawan selalu rata? Supaya kamu paham lebih jelas mengenai cara menghitung THR karyawan, silahkan baca artikel ini sampai habis.

 Sebenarnya apa to THR itu?

THR adalah pendapatan non-upah yang wajib diterima karyawan sebagai hak karena mereka telah bekerja untuk perusahaan.

Semua karyawan yang secara resmi menandatangani kontrak kerja berhak mendapat tunjangan hari raya, baik dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (karyawan kontrak) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (karyawan tetap).

Meski demikian, perusahaan tetap akan membedakan perhitungan THR berdasarkan status karyawan dan masa kerja mereka. THR ini sudah diatur pemerintah dalam Undang-Undang agar semua karyawan mendapatkannya tanpa terkecuali.

Pemberian THR keagamaan tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi pekerja/buruh di perusahaan. Dalam praktiknya, Surat Edaran tersebut beriringan dengan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Permenaker No. 6 Tahun 2016. THR wajib perusahaan bayar pada karyawan/ pekerja maksimal tujuh hari sebelum hari raya tiba.

Baca juga: Tata-cara-permohonan-bantuan-hukum-bagi-masyarakat-kurang-mampu

Lantas siapa saja yang mendapatkan THR tersebut?

Apakah semua karyawan mendapatkan THR tanpa terkecuali? Iya, benar.

Sesuai dengan Permenaker No.6/2016 Pasal 2 bahwa perusahaan wajib memberikan THR keagamaan kepada karyawan yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan atau lebih secara terus-menerus.

Peraturan ini tentu tidak membedakan status pekerja. Walaupun karyawan masih berstatus kontrak, THR wajib dibayarkan oleh perusahaan.

Status karyawan kontrak ini diatur dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang isinya seperti berikut ini:

  • Pekerjaan yang dikerjakan sekali selesai.
  • Pekerjaan yang penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun.
  • Pekerjaan yang bersifat musiman.
  • Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Akan tetapi, karyawan kontrak dan karyawan tetap terdapat perbedaan mengenai perhitungan THR nya sesuai dengan jangka waktu berakhirnya hubungan kerja. Antara karyawan kontrak dengan karyawan tetap perhitungan THR nya sesuai dengan Permenaker 6/2016 Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (3), seperti berikut ini:

v  Bagi karyawan (PKWTT) dan terputus hubungan kerjanya terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan, ia tetap berhak mendapatkan THR. Sebaliknya jika hubungan kerjanya berakhir lebih lama dari 30 hari, maka hak atas THR nya gugur.

v  Karyawan (PKWT) walaupun hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 hari sebelum hari raya keagamaan, ia tetap tidak berhak atas THR. Hal ini dapat diartikan bahwa PKW tidak ada toleransi ketentuan mengenai batasan waktu 30 hari yang dimaksud.

Cara menghitung THR karyawan sesuai dengan Pasal 3 Ayat (1) Permenaker 6/2016 yaitu:

v  Karyawan atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, THR diberikan sebesar 1 bulan upah.

v  Karyawan yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan akan diberikan THR secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan seperti berikut ini: (Masa Kerja : 12 bulan) x 1 bulan upah

Begini cara menghitung THR karyawan 

Sesuai dengan peraturan THR 2022, jumlah THR telah diatur dalam Pasal 3 Ayat 1 Permenaker No.6/Tahun 2016 tentang THR bagi Pekerja di Perusahaan. Regulasi ini mengatur penghitungan nominal THR berdasarkan masa kerja karyawan tersebut, mulai dari karyawan tetap hingga yang masih kontrak.

Bagi karyawan tetap, THR sebesar satu bulan gaji pokok. Jadi, misalkan gaji Anda perbulan adalah Rp4 juta (sudah termasuk tunjangan tetap dan di luar tunjangan tidak tetap), maka Anda berhak mendapat THR sebesar Rp4 juta. Tunjangan tidak tetap yang tidak terhitung adalah tunjangan transportasi, makan, dan lain-lain.

Jika Anda masih karyawan kontrak, ada penghitungan sederhana untuk menghitung nominal THR. Misalkan gaji Anda sebagai karyawan kontrak adalah sebesar Rp2 juta dan Anda telah bekerja selama 6 bulan, maka jumlah THR yang berhak Anda dapatkan adalah:

6/12 x Rp2.000.000,00 = Rp1.000.000,00

Terakhir, jika Anda merupakan karyawan harian yang tidak terikat kontrak, maka Anda juga berhak mendapatkan THR sebesar rata-rata gaji, tergantung berapa lama Anda bekerja di perusahaan itu. Rata-rata yang karyawan terima akan berbeda jika Anda bekerja kurang dari 12 bulan.

Perusahaan boleh menerapkan perhitungan lain, sehingga nominalnya bisa menjadi lebih besar dari hasil perhitungan di atas. Perlu Anda ingat bahwa perhitungan ada dalam Permenaker adalah jumlah minimal yang wajib karyawan terima. Oleh karena itu, nominal THR setiap perusahan bisa berbeda-beda jumlahnya, tergantung regulasi perusahaan tersebut.

 

Lantas bagaimana jika perusahaan tidak membayar THR kepada karyawannya?

Perusahaan tersebut wajib membayar THR karyawannya maksimal tujuh hari sebelum Lebaran atau hari raya tiba. Pemberian THR keagamaan tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No.M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi pekerja atau buruh di perusahaan. Dalam praktiknya, surat edaran tersebut beriringan dengan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Permenaker No.6 Tahun 2016.

Baca juga: Ulasan-tentang-hak-hak-perempuan-dan-anak


Sanksi bagi perusahaan yang tidak mau membayar 

Permenaker No. 6 Tahun 2016 juga menetapkan sanksi berupa denda bagi pengusaha yang mengabaikan/melanggar peraturan THR. Bagi pengusaha yang terlambat membayarkan THR, maka ia akan kena denda sebesar 5% dari jumlah THR yang seharusnya ia bayar, tanpa menghilangkan kewajiban untuk tetap membayar.

Sementara itu, jika pengusaha tidak membayarkan THR karyawannya, maka ia akan kena sanksi administratif berupa teguran, pembatasan, hingga pembekuan usaha. Sanksi tersebut sesuai dengan peraturan THR 2022 serta perundang-undangan Republik Indonesia. Itulah kenapa peraturan THR ini tidak boleh sembarangan perusahaan abaikan.

 

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home